Kamis, 21 Maret 2013

KOMITMEN PADA FAKULTAS PSIKOLOGI USU


Assalammualaikum,   
Pertama-tama saya akan memperkenalkan diri terlebih dahulu.
Nama : Natassa Febrini
Nim    : 1213080
Mahasiswi Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara
Saya ingin menyampaikan komitmen diri kepada Fakultas Psikologi USU yang dimana tempat saya berkuliah.
Sudah seharusnya saya sebagai mahasiswi menaati peraturan-peraturan yang sudah diberikan dari Fakultas Psikologi. Berkaitan dengan 
kegiatan Jalan Santai serta Sepada Santai dalam rangka memperingati Dies Natalis ke 60 USU pada Minggu tanggal 21 Oktober 2012. Diharapkan kepada seluruh mahasiswa mahasiswi mengikuti kegiatan tersebut, namun saya tidak dapat mengikuti kegiatan dikarenakan adanya urusan keluarga. Saya ingin menyampaikan komitmen ini pertama-tama kepada diri saya sendiri, bahwa saya akan berusaha menaati peraturan-peraturan yang sudah diberikan. Bertanggung-jawab atas peraturan-peraturan yang seharusnya dilakukan dan berani menanggung konsekuensi yang diberikan. Saya angkatan 2012, angkatan yang sangat muda seharusnya memberikan komitmen yang lebih baik agar hal tersebut dapat di contohkan untuk angkatan-angkatan selanjutnya. saat ini saya sudah merasakan bahwa komitmen untuk fakultas psikologi itu sangat penting bagi saya untuk lebih dapat bersosialisasi di fakultas psikologi. selain itu, sebenarnya banyak hal-hal positif yang dapat saya ambil dari kegiatan tersebut, sehingga secara moral saya sangat menyesal tidak mengikuti kegitan tersebut. Saya dapat berinteraksi dengan teman-teman secara keseluruhan, mendapatkan pelajaran-pelajaran yang berharga dan mengerti artinya kebersamaan. Saya sadari, pasti banyak sekali manfaat yang saya dapat jika saya mengikuti kegiatan tersebut. namun dengan kondisi yang saya alami pada saat hari dilakukannya kegiatan itu, saya menjadi tidak dapat hadir untuk mengikuti kegiatannya. Karena dari kita sendirilah sebagai mahasiswa mahasiswi yang dapat membangun nama baik fakultas psikologi. Jika kita tidak dapat mematuhi peraturan-peraturan yang ada, dapat menimbulkan perilaku yang tidak bertanggung jawab. Dan seluruh yang terkait di dalam fakultas psikologi sudah memberi kepercayaan terhadap kita semua agar dapat membangun nama baik fakultas psikologi USU. Jika kita belum bisa menaati peraturan yang sudah diberikan, alangkah baiknya kita menaati konsekuensi yang diberikan terhadap kita. Konsekuensi tersebut termasuk sebuah tanggung jawab dikarenakan amanah yang belum dapat dilaksanakan dengan baik. Tetapi kita sebagai manusia yang mempunyai perilaku yang baik agar dapat dicontoh apalagi dalam dunia perkuliahan, jangan sampai menimbulkan dampak negatif atau pandangan yang tidak baik terhadap kita karna tidak dapat mempertanggung jawabkan amanah yang diberikan. Tidak sulit untuk menaati peraturan atau amanah yang sudah diberikan, hanya saja adanya urusan keluarga yang tidak dapat ditinggalkan. Karena acara keluarga tersebut mengharuskan seluruh anggota keluarga untuk menghadiri acara. Menurut saya, cukup jelas alasan dari saya mengapa saya tidak dapat menghadiri acara tersebut. Namun, saya juga mengakui kesalahan saya kerena tidak dapat hadir pada acara tersebut. Tetapi dalam acara-acara kedepannya yang akan di laksanakan oleh pihak fakultas, saya akan menomor satukannya. Mungkin sekian dari saya. Saya akan mengulangi kembali permintaan maaf saya dan janji saya kepada fakultas psikologi. Saya mengakui bahwa saya bersalah dikarenakan tidak mengikuti acara kegiatan Jalan Santai serta Sepada Santai dalam rangka memperingati Dies Natalis ke 60 USU pada Minggu tanggal 21 Oktober 2012. Dan saya menerima kosekuensi apapun jika saya benar-benar tidak dapat hadir.Ini salah satu bentuk tanggung jawab saya atas kesalahan yang saya perbuat. Saya akan berkomitmen disini bahwa menomor satukan kegiatan apapun dikampus saya, fakultas psikologi.  Ini janji yang saya tegaskan kepada diri saya sendiri dan janji saya untuk fakultas kita yang tercinta. Terima Kasih. Wassalam.

Minggu, 17 Maret 2013

ANDRAGOGI

Andragogi berasal dan bahasa Yunani andros artinya orang dewasa, dan agogus artinya memimpin. lstilah lain yang kerap kali dipakai sebagai perbandingan adalah pedagogi yang ditarik dan kata paid artinya anak dan agogus artinya memimpin. Maka secara harfiah pedagogi herarti seni dan pengetahuan mengajar anak. Karena itu, pedagogi berarti seni atau pengetahuan mengajar anak, maka apabila memakai istilah pedagogi untuk orang dewasa jelas kurang tepat, karena mengandung makna yang bertentangan.
Sementara itu, menurut (Kartini Kartono, 1997), bahwa pedagogi (lebih baik disebut sebagai androgogi, yaitu ilmu menuntun/mendidik manusia; aner, andros = manusia; agogus = menuntun, mendidik) adalah ilmu membentuk manusia; yaitu membentuk kepribadian seutuhnya, agar ia mampu mandiri di tengah lingkungan sosialnya.
Pada banyak praktek, mengajar orang dewasa dilakukan sama saja dengan mengajar anak. Prinsip-prinsip dan asumsi yang berlaku bagi pendidikan anak dianggap dapat diberlakukan bagi kegiatan pendidikan orang dewasa. Hampir semua yang diketahui mengenai belajar ditarik dari penelitian belajar yang terkait dengan anak.
Begitu juga mengenai mengajar, ditarik dari pengalaman mengajar anak-anak misalnya dalam kondisi wajib hadir dan semua teori mengenai transaksi guru dan siswa didasarkan pada suatu difinisi pendidikan sebagai proses pemindahan kebudayaan. Namun, orang dewasa sebagai pribadi yang sudah matang mempunyai kebutuhan dalam hal menetapkan daerah belajar di sekitar problem hidupnya.
Kalau ditarik dari pengertian pedagogi, maka andragogi secara harfiah dapat diartikan sebagai seni dan pengetahuan mengajar orang dewasa. Namun, karena orang dewasa sebagai individu yang dapat mengarahkan diri sendiri, maka dalam andragogi yang lebih penting adalah kegiatan belajar dari peserta didik bukan kegiatan mengajar guru. Oleh karena itu, dalam memberikan definisi andragogi lebih cenderung diartikan sebagai seni dan pengetahuan membelajarkan orang dewasa.

PENTINGNYA PENDIDIKAN

    Manusia memerlukan bantuan
Pendidikan tidak saja berusaha melimpahkan segala milik kebudayaan dari generasi sepanjang masa kepada generasi muda, melainkan juga berusaha agar generasi yang akan dating dapat mengembangkan dan meningkatkan kebudayaan ke taraf yang lebih tinggi.
Pendidikan berfungsi untuk meningkatkan mutu kehidupan manusia, baik secara individu, maupun sebagai kelompok dalam bermasyarakat.
      Pendidikan dalam Praktek
Pendidikan dalam pelaksanannya berbentuk pergaulan dan anak didik, namun tentu suatu pergaulan yang tertuju kepada tujuanpendidikan, yaitu manusia mandiri, memahai nilai, norma-norma susila dan sekaligus mampu berprilaku sesuai dengan norma-norma tersebut. Pendidikan fungsinya membimbing anak didik, dan bimbingan anak itu akan didik kearah yang sesuai dengan tujuan yang ditentukan, yaitu untuk mencapai kedewasaan.
Menurut Jan Lighthart pendidikan itu didasari oleh kasih saying yang merupakan sumber bagi dua syarat yang lain, yaitu kesabaran dan kebijaksanaan. Kebijaksanaan artinya lebih luas dari keilmuan. Pendidikan dapat pula diartikan pengembangan individu-individu atau kelompok-kelompok kehidupan atau masyarakat besar atau kecil. Upaya pendidikan bukan saja terdiri atas sikap perbuatan dan seluruh kepribadian pendidik, melainkan juga alat-alat pendidikan yang dengan sengaja dimanfaatkan oleh pendidik, seperti buku-buku pelajaran, alat-alat permainan, lingkungan fisik yang diadakan oleh pendidik, seperti perumahan yang memadai, ruang bermain, tempat rekreasi, hewan peliharaan , dan film.
 
ILMU PENDIDIKAN SEBAGAI TEORI
a    Pentingnya teori pendidikan
Perbuatan mendidik bukan prbuatan sembrono, melainkan perbuatan yang harus betul-betul disadarinya, dalam rangka membimbing anak kepada suatu tujuan yang akan dituju.
Ilmu pendidikan sebagai teori perlu dipelajari, karena akan memberi beberapa manfaat:
1.      Dapat dijadikan sebagai pedoman untuk mengetahui arah serta tujuan yang akan dicapai
2.      Untuk menghindaari atau sekurang-kurangnya mengurangi kesalahan-kesalahan dalam praktek, karena dengan memahami teori pendidikan, seseorang akan mengetahui mana yang boleh dan tidak boleh dilakukan, walaupun teori tersebut bukan suatu resep yang jitu.
3.      Dapat dijadikan sebagai tolok ukur, sampai dimana seseorang telah berhasil melaksanakan tugas dalam pendidikan.
b    Pendidikan dalam Ruang Lingkup Mikro dan Makro
Pendidikan dalam ruang lingkup makro artinya mengkaji pendidikan yang dilaksanakan dalam skala kecil, dan dalam ruang lingkup makro, kita mengkaji pendidikan yang dilaksanakan dalam sekala besar.

PAEDAGOGIK

PENGERTIAN PEDAGOGIK
a.      Pendidikan dalam arti khusus
Pedagogik berasal dari kata Yunani “paedos”, yang berarti anak laki-laki, dan “agogos” artinya mengantar, membimbing. Jadi pedagogic secara harfiah berari pembantu anak laki-laki pada jaman Yunani kuno, yang pekerjaannya mengantarkan anak majikannya ke sekolah. Kemudian secara kiasan pedagogik adalah seorang ahli, yang membimbing anak kearah tujuan hidup tertentu. Menurut Prof. Dr. J. Hoogveld (Belanda) pedagogic adalah ilmu yang mempelajari masalah membimbing anak kearah tujuan tertentu, yaitu supaya ia kelak “mampu secara mandiri menyelesaikan tugas hidupnya”. Jadi pedagogic adalah ilmu pendidikan anak.
Langeveld (1980), membedakan istilah “pedagogic” dengan istilah “pedagogi”. Pedagogic diartikan dengan ilmu pendidikan, lebih menitik beratkan kepada pemikiran, perenungan tentang pendidikan. Suatu pemikiran bagaimana kita membimbing anak, mendidik anak. Sedangkan istilah pedagogi berarti pendidikan, yang lebih menekankan pada praktek, menyangkut kegiatan mendidik, kegiatan membimbing anak.
Pedagogic merupakan suatu teori yang secara teliti, krisis dan objektif, mengembangkan konsep-konsepnya mengenai hakekat manusia, hakekat anak, hakekat tujuan pendidikan serta hakekat proses pendidikan. Walaupun demikian, masih banyak daerah yang gelap sebagai “terraincegnita” (daerah tak dikenal) dalam lapangan pendidikan, karena masalah hakekat hidup dan hakekat manusia masih banyak diliputi oleh kabut misteri.
Dalam bahasa inggris istilah pendidikan dipergunakan perkataan “education”, biasanya istilah tersebut dihubungkan dengan pendidikan di sekolah, dengan alas an, bahwa disekolah tempatnya anak didik oleh para ahli yang khusus mengalami pendidikan dan latihan sebagai profesi.
Selanjutnya makna pendidikan dapat dilihat dalam pengertian secara khusus dan pengertian secara luas. Dalam arti khusus, Langeveld mengemukakan bahwa pendidikan adalah bimbingan yang diberikan oleh seorang dewasa kepada anak yang belum dewasa untuk mencapai kedewasaannya. Ahmadi dan Uhbiyati (1991) mengemukakan beberapa definisi pendidikan sebagai berikut:
a)      Menurut Prof. Hoogeveld, mendidik adalah membantu anak supaya anak itu kelak cakap menyelesaikan tugas hidupnya atas tanggung jawab sendiri.
b)      Menurut Prof. S. Brojonegoro, mendidik berarti member tuntutan kepada manusia yang belum dewasa dalam pertumbuhan dan perkembangan, sampai tercapainya kedewasaan dalam arti rohani dan jasmani.
c)      Menurut Ki Hajar Dewantara, mendidik adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.
Jadi, pendidikan dalam arti khusus hanya dibatasi sebagai usaha orang dewasa dalam membimbing anak yang belum dewasa untuk mencapai kedewasaannya. Setelah anak menjadi dewasa dengan segala cirinya, maka pendidikan dianggap selesai. Pendidikan dalam arti khusus ini menggambarkan upaya pendidikan yang terpusat dalam lingkungan keluarga, dalam arti tanggung jawab keluarga. Hal tersebut lebih jelas dikemukakan oleh drijarkara (Ahmadi, Uhbiyati: 1991), bahwa:
a)      Pendidikan adalah hidup bersama dalam keatuan tritunggal ayah-ibu-anak, di mana terjadi pemanusiaan anak. Dia berproses untuk memanusiakan sendiri sebagai manusia purnawa.
b)      Pendidikan adalah hidup bersama dalam kesatuan tritunggal ayah-ibu-anak, di mana terjadi pembudayaan anak. Dia berproses untuk akhirnya bisa membudaya sendiri sebagai manusia purnawa.
c)      Pendidikan adalah hidup bersama dalam kesatuan tritunggal ayah-ibu-anak, di mana terjadi pelaksanaan nilai-nilai, dengan mana dia  berproses untuk akhirnya bias membudaya sendiri sebagai manusia purnawa.
Jadi yang menjadi objek kajian pedagogic adalah pergaulan pendidikan antara orang dewasa dengan anak yang belum dewasa, menurut Langeveld disebut “situasi pendidikan”. Jadi proses pendidikan menurut pedagogic berlangsung sejak anak lahir sampai anak mencapai dewasa. Pendidik dalam hal ini bias orang tua dan/atau guru yang fungsinya sebagai pengganti orang tua, membimbing anak yang belum dewasa mengantarkannya untuk dapat hidup mandiri, agar anak dapat menjadi dirinya sendiri.
b.      Pendidikan dalam arti luas
Pendidikan dalam arti luas merupakan usaha manusaia untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya, yang berlangsung sepanjang hayat.
Menurut Handerson, pendidikan merupakan suatu proses pertumbuhan dan perkembangan sebagai hasil interaksi individu dengan lingkungan social dan lingkungan fisik, berlangsung sepanjang hayat sejak manusia lahir. Wrisan social merupakan bagian dari lingkungan masyarakat, merupakan alat bagi manusia untuk mengembangkan manusia yang baik dan intelegen, untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya.
Dalam GBHN Tahun 1973 dikemukakan pengertian pendidikan, bahwa, “Pendidikan pada hakekatnya merupakan suatu usaha yang disadari untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan manusia, yang dilaksanakan didalam maupun diluar sekolah, dan berlangsung seumur hidup”.
Dalam Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dikatakan bahwa: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara.
Dari pengertian-pengertian pendidikan di atas (dalam arti luas) ada beberapa prinsip dasar tentang pendidikan yang akan dilakukan:
Pertama, pendidikan berlangsung seumur hidup
Kedua, bahwa tanggung jawab pendidikan merupakan tanggung jawab bersama semua manusia.
Ketiga, bagi manusia pendidikan merupakan suatu keharusan, karena dengan pendidikan manusia akan memiliki kemampuan dan kepribadian yang berkembang, yang disebut manusia seluruhnya. Henderson (1959) mengemukakan bahwa pendidikan pada dasarnya suatu hal yang tidak dapat dielakan oleh manausia, suatu perbuatan yang ‘tidak boleh’ tidak terjadi, karena pendidikan itu membimbing generasi muda untuk mencapai suatu generasi yang terbaik.
c.       Mendidik, mengajar, dan melatih
Pendidikan pada hakekatnya mengandung tiga unsure, yaitu mendidik, mengajar, dan melatih. Ketiga hal tersebut memiliki pengertian yang berbeda.
Mendidik menurut Darji Darmodiharjo menunjukan usaha yang lebih ditunjukan kepada pengembangan budi pekerti, hati nurani, semangat, kecintaan, rasa kesusilaan, ketaqwaan dan lain-lainnya.
Mengajar berarti memberi pelajaran tentang berbagi ilmu yang bermanfaat bagi perkembangan kemampuan berfikirnya. Disebut juga pendidikan intelek.
Latihan ialah usaha untuk memperoleh keterampilan dengan melatih sesuatu secara berulang-ulang, sehingga terjadi mekanismesasi atau pembiasaan.
Tujuan mendidik ingin mencapai kepribadian yang terpadu, yang terintegrasi, yang sering di rumuskan untuk mencapai kepribadian yang sewasa. Tujuan pengajaran yang menggarap kehidupan intelektual anak ialah supaya anak kelak sebagai orang dewasa memiliki kemampuan berpikir seperti yang diharapkan dari orang dewasa secara ideal, yaitu diantaranya mampu berpikir seperti abstrak logis, objektif, kritis, sistematis analisis, sintesis, integrative, dan inovatif.

BELAJAR

Definisi Belajar

Apakah belajar itu? Kapan seseorang dikatakan telah belajar? Pertanyaan-pertanyaan itu adalah pertanyaan krusial yang seharusnya dipahami dengan baik oleh seorang guru. Beberapa ahli telah memberikan definisi belajar, misalnya:
  • Belajar adalah proses mentransformasi informasi dan pengalaman, yang terjadi sepanjang hayat ke dalam bentuk pengetahuan, keterampilan, dan sikap. (Jeff Cob)
  • Belajar merupakan proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif (Skinner dalam Barlow, 1985. Skinner adalah seorang tokoh psikologi pendidikan dengan paham Behaviorisme).
  • Belajar adalah memperoleh  pengetahuan, keterampilan, tingkah laku, atau nilai-nilai yang bersifat baru, atau memodifikasi yang sudah dimilikinya sebelumnya.
  • Belajar berkaitan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap suatu situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu. Perubahan tingkah laku tersebut tidak dapat dijelaskan atau dasar kecendrungan respon pembawaan, kematangan atau keadaan-keadaan sesaat seseorang (Higlard dan Bower, 1975 dalam buku Theories of Learning).
  • Dalam buku Menuju Pendidikan Bermutu, M. Sorby Sutikno menjelaskan belajar adalah suatu proses usaha  seseorang untuk memperoleh perubahan yang baru sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi  dengan lingkungannya. Perubahan yang dimaksud M. Sorby Sutikno di sini adalah perubahan secara sadar dan bertujuan untuk memperoleh yang lebih baik dari sebelumnya.
  • Belajar adalah perubahan yang relatif dalam menerapkan tingkah laku sebagai akibat dan hasil pengalaman terdahulu(C.T. Morgan, 1962 dalam buku Introduction to Psychology).
  • Belajar adalah perubahan dalam kepribadian manusia, dengan menampakkannya dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti pengingkatan kecakapan, pengetahuan, kebiasaan, sikap, pemahaman, keterampilan, daya pikir (Thursan Hakim, 2002 dalam buku Belajar Secara Efektif).

FAMILY SYSTEMS THERAPY

PERKEMBANGAN FAMILY SYSTEMS THERAPY

Pada 1960an dan 1970an, pendekatan psikodinamik, behavior dan pendekatan humanistis (masing-masing disebut kekuatan pertama, kedua dan ketiga) mendominasi teori dan konsep konseling dan psikoterapi, termasuk pada konseling keluarga. Dewasa ini, berbagai pendekatan dapat digunakan pada sistem keluarga sehingga mengakibatkan adanya pergeseran paradigma yang dapat bahkan disebut sebagai ‘kekuatan keempat’. Saat ini telah banyak terapis yang secara kreatif menggunakan berbagai macam perspektif/pendekatan ketika menjalankan terapi.
Dalam perkembangannya, Family Systems Therapy mengalami beberapa inovasi yang berhubungan dengan beberapa tokoh kunci Family Systems Therapy. Beberapa perkembangan tersebut antara lain sebagai berikut.
 
a)     Adlerian Family Therapy
Pendekatan yang digunakannya dalam Adlerian family therapy ialah pendekatan sistemis yang telah lama digunakannya sebelum teori-teori tersebut diaplikasikan dalam dunia psikoterapi. Konseptualisasi yang dicetuskan Adler dapat ditemukan di dalam prinsip-prinsip dan praktek model yang lainnya.
Dalam Corey (2009) dijelaskan bahwa Adler adalah orang pertama yang mengamati perkembangan anak di dalam konstelasi keluarga (frase yang digunakan untuk sistem keuangan) yang sangat dipengaruhi oleh urutan kelahiran, dan urutan kelahiran tersebut mempunyai konsistensi terhadap masing-masing posisi. Adler juga menjelaskan bahwa setiap perilaku mempunyai tujuan, dan anak-anak seringkali bertindak dalam pola yang dimotivasi oleh keinginan untuk memiliki, bahkan ketika pola tersebut salah atau sia-sia.
Dalam perkembangannya, Dudolf Dreikurs (1973) memperbaiki konsep Adler ke dalam tipologi dari tujuan yang salah (yang dibuat individu) dan menciptakan pendekatan terorganisasi terhadap terapi keluarga. Sebuah asumsi dasar dari Adlerian Family Therapy modern adalah baik orangtua ataupun anak seringkali terkunci di dalam pengulangan, interaksi negatif yang didasarkan pada kesalahan penetapan tujuan yang memotivasi semua pihak terlibat. Walaupun banyak Adlerian Family Therapy yang dilakukan dalam sesi pribadi, Adler juga menggunakan model pendidikan untuk konsultasi keluarga yang dilakukan pada forum publik terbuka di sekolah, agensi masyarakat, dan secara khusus dirancang untuk pusat pendidikan keluarga.

b)     Multigenerasional Family Therapy
Murray Bowen adalah salah seorang pencetus aliran utama dalam Family Systems Therapy. Teori sistem keluarga miliknya, merupakan model teoritis dan klinis yang terlibat dari prinsip-prinsip dan praktek psikoanalitis, disebut juga terapi keluarga multi generasional. Bowen beserta timnya mengimplementasikan sebuah pendekatan inovatif terhadap penderita schizophrenia di Lembaga Nasional Kesehatan Mental. Dalam pelaksanaannya, Bowen benar-benar ramah dengan seluruh keluarga, sehingga sistem keluarga dapat menjadi fokus terapi.
Observasi yang dilakukan Bowen membawa dia pada ketertarikannya pada pola keluarga dalam lintas generasi. Dia berpendapat bahwa masalah yang terjadi pada salah seorang dalam keluarga tidak akan mengalami perubahan yang signifikan sampai pola hubungan dalam asal usul sebuah keluarga dipahami dan secara langsung ditantang untuk berubah. Multigenerasional family therapy ini beroperasi dengan dasar bahwa pola hubungan interpersonal yang dapat diprediksi berhubungan dengan fungsi dari anggota keluarga lintas generasi. Menurut Kerr dan Bowen (1988), penyebab dari masalah individual hanya dapat dipahami dengan melihat pada peranan keluarga sebagai unit emosional. Diantara unit dalam keluarga, penyatuan secara emosional belum terselesaikan dalam satu keluarga harus diketahui jika ingin mencapai kematangan dan kepribadian yang unik. Masalah emosional tersebut akan terus terjadi  dari generasi ke generasi sampai masalah tersebut dapat ditangani secara efektif. Perubahan harus terjadi pada setiap anggota keluarga lain dan tidak dapat diselesaikan hanya oleh seorang individu didalam ruang konseling.
Salah satu konsep Bowen dalam multigenerasional family therapy adalah triangulasi, sebuah proses dimana triad (tiga orang) menghasilkan pengalaman two-against-one. Bower mengasumsikan bahwa triangulasi dapat terjadi secara mudah antara anggota keluarga dan terapi atau konselor, merupakan alasan mengapa Bowen sangat menekankan pada klien untuk menyadari isu keluarga mereka sendiri (Kerr dan Bowen,1988).  Kontribusi utama dari multigenerasional family therapy adalah ide diferensiasi diri. Diferensiasi diri melibatkan pemisahan sisi psikologis dari inteleklual, emosi, dan ketergantungan diri kepada orang lain. Dalam proses individualisasi, seorang individu memperoleh identitas diri, dan memungkinkan keluarga mereka menerima tanggung jawab pribadi terhadap pemikiran, perasaan, persepsi dan aksi yang mereka lakukan.

c)      Human Validation Process Model
Ketika Bowen mengembangkan pendekatannya, Virginia Satir (1983) mulai menekankan pada hubungan keluarga. Pendekatan yang dicetuskannya mulai membawanya untuk percaya pada nilai dari sebuah kekuasaan , hubungan pengasuhan yang didasarkan pada kesukaan dan pesona yang kuat dengan siapa saja yang dia peduli. Satir memposisikan dirinya sebagai detektif yang berusaha mengajukan dan mendengarkan refleksi penghargaan diri dalam berkomunikasi dengan klien. Satir bekerja dengan gadis remaja, dirinya terkejut ketika mengetahui bahwa komunikasi dan perilaku kliennya berubah ketika ibunya hadir. Saat dia membina hubungan mereka, mulai terjadi kembali pada si gadis remaja itu ketika ditanya soal ayahnya. Saat ayahnya hadir, komunikasi dan perilaku ibu dan anak perempuan berubah. Berdasarkan kejadian ini, Satir menemukan kekuatan dari terapi keluarga, pentingnya komunikasi dalam interaksi keluarga, dan nilai dari validasi terapi dalam proses perubahan (Satir dan Bitter, 2000 dlam Corey, 2009)).
Pengalaman dan pendekatan humanis disebut dengan model proses validasi manusia, dan tahapan kerja awal dengan keluarga dikenal dengan terapi keluarga conjoint (Satir 1983). Satir dengan intuisi yang tinggi dan percaya bahwa spontanitas, kreativitas, humor, pengungkapan diri, pengambilan resiko, dan sentuhan pribadi; merupakan bagian dari family systems therapy. Dalam pandangannya, teknik tersebut adalah sekunder terhadap hubungan yang dikembangkan terapis dengan keluarga.

d)     Experiential Family Therapy
Carl Whitaker adalah pelopor terapi keluarga berdasarkan pengalaman, dikenal juga dengan pendekatan experiential-symbolic; sebuah aplikasi terapi eksistensial terhadap sistem keluarga, yang menekankan pada pilihan, kebebasan, penentuan diri, pertumbuhan, dan aktualisasi (Whitaker dan Bumberry, 1988). Seperti Satir dan pendekatan eksistensial lainnya, Whitaker menekankan pada pentingnya hubungan antara keluarga dengan terapis. Whitaker lebih konfrontatif dalam menanggapi “kenyataan” daripada Satir, yang lebih pada pengasuhan. Terhadap tujuan hidupnya, dia hanya melihat keluarga, dan bahkan mencoba berkomunikasi dan berasosiasi dengan keluarga.
Experiential Family Therapy dilakukan untuk membuka topeng kepura-puraan dan menciptakan makna baru, membebaskan anggota keluarga untuk menjadi diri sendiri. Whitaker tidak mengajukan berbagai macam metode; yang membedakannya yakni keterlibatan terapis dengan keluarga, dengan memunculkan reaksi spontan (dari terapis atau konselor) terhadap situasi sekarang dan dirancang untuk meningkatkan kesadaran klien, dan untuk membuka interaksi yang baru dengan keluarganya.

e)      Structural-Strategic Family Therapy
Asal usul terapi sistem keluarga dapat di telusuri dari awal 1960an ketika Salvador Minuchin melakukan terapi, pelatihan dan penelitian pada anak remaja dari keluarga miskin. Minuchin (1974) menjelaskan bahwa gejalan individual dapat dipahami dari sudut pandang pola interaksi dengan keluarga dan bahwa perubahan struktural harus terjadi dalam keluarga sebelum gejelan individual tersebut dikurangi atau dieliminasi. Ada dua tujuan dari structural family therapy, yaitu: 1) mengurangi symptom disfungsi dan 2) membawa perubahan struktural dalam sistem dengan memodifikasi aturan keluarga dan mengembangkan batasan yang lebih tepat.
Dalam akhir 1960an Jay Haley bergabung dengan Minuchin di Philadelphia Child Guidance Clinic. Pada akhir 1970an, pendekatan struktural-strategis paling banyak digunakan dalam family systems therapy. Model ini berusaha mereorganisasi struktur disfungsional atau problematis dalam keluarga, menetapkan batas, ketidakseimbangan, membuat kerangka ulang, siksaan, dan pengumuman semuanya menjadi bagian dari proses terapi keluarga. Tidak banyak berhubungan dengan eksplorasi atau interpretasi masa lalu, tetapi lebih pada tipe pola interaksi, untuk mereorganisasi subsistem atau hirarki keluarga, dan untuk memfasilitasi perkembangan penggunaan transaksi yang lebih bermanfaat atau fleksibel.
Model struktural dan strategis berbeda dalam hal bagaimana masing-masing memandang masalah keluarga: Minuchin (1974) cenderung melihat kesulitan keluarga dan individual sebagai gejala-gejala. Sementara Haley (1976) melihat mereka sebagai masalah ‘riil’ yang membutuhkan jawaban riil. Kedua model tersebut bersifat pengarahan, dan keduanya mengharap terapis atau konselor untuk menguasai level keahlian tertentu untuk melakukan proses terapi keluarga.
Pada tahun 1974, Haley dan Cloe Madanes memulai Lembaga Terapi Keluarga di Washington DC. Selama 15 tahun mereka menulis, mengembangkan dan mempraktekkan terapi, dan memberikan pelatihan intensif dalam terapi keluarga strategis. Pendekatan strategis mereka melihat masalah yang ada sekarang sebagai riil dan metafora bagi fungsi sistem. Penekanan yang besar diberikan kepada kekuasaan, kontrol, dan hirarki dalam keluarga dan sesi terapi. Haley (1984) dan Madane (1981) lebih tertarik pada aplikasi praktis intervensi strategis untuk memperbaiki masalah keluarga daripada memformulasikan teori terapi berbeda dari model struktural. Ini secara khusus terbukti pada model Madanes (1990) untuk bekerja dengan keluarga yang memasukkan pelanggaran gender. Madanes membawa perspektif humanistis kepada terapi strategis dengan mengalamatkan perlunya cinta dan menekankan pada aspek terapi perawatan.

f)       Recent Innovations
Dalam beberapa dekade yang lalu, feminism, multiculturalism, dan postmodern social constructionism telah memasuki seluruh bidang terapi keluarga. Model ini lebih kolaboratif, memperlakukan klien–individual, pasangan atau keluarga- sebagai ahli dalam kehidupan mereka sendiri. Percakapan terapi mulai dengan konselor dalam "decentered" atau posisi "tidak-tahu" di mana klien didekati dengan rasa ingin tahu dan dengan perhatian. Terapis secara sosial aktif membantu klien dalam mengambil sikap menyesuiakan tindakan yang akan dilakukan terhadap budaya dominan yang menindas mereka.
Tom Andersen (1987, 1991) mempraktekkan family systems therapy di Norwegia Barat, dan pendekatan Family Systems Therapy didasarkan pada psikiatri constructionism sosial,  Andersen telah mempelopori program kesehatan mental berbasis masyarakat dan melakukan sebuah pendekatan “reflections teams” terhadap family systems therapy.

B.    Hakikat Manusia
Hakikat manusia dalam family systems therapy  secara singkat dapat dijelaskan bahwa manusia dalam perkembangan kehidupannya akan selalu berhubungan dengan sistem kehidupan. Usaha untuk berubah akan difasilitasi dengan sebaik-baiknya dengan mempertimbangkan hubungan atau keluarga secara keseluruhan. Oleh karena itu, pendekatan penanganan secara komprehensif ditujukan pada keluarga. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa keluarga merupakan unit interaksional, yang memiliki sejumlah ciri unik sendiri, sehingga memungkinkan untuk terjadinya penilaian yang kurang akurat dari perhatian secara individual tanpa mengamati interaksi anggota keluarga lainnya. Meneliti dinamika internal individu tidak hanya cukup memperhatikan hubungan interpersonal, karena akan memberikan gambaran yang tidak lengkap.
Keluarga memberikan konteks primer untuk memahami bagaimana individu berfungsi dalam hubungan dengan orang lain dan bagaimana mereka berperilaku. Keluarga dipandang sebagai unit fungsional lebih dari kumpulan peranan anggota. Tindakan anggota keluarga secara individual akan mempengaruhi seluruh anggota keluarga lainnya, dan interaksi mereka memiliki pengaruh timbal balik untuk setiap individu dalam keluarga tersebut yang terjadi baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama. Goldenberg dan Goldenberg (2010) menunjukkan perlunya seorang terapis atau konselor untuk melihat perilaku secara menyeluruh, termasuk semua gejala yang diekspresikan oleh individu, ditambahkannya, orientasi sistem tidak menghalangi untuk menangani dinamika secara individu.
Sebagaimana dengan perkembangan individu, Family Systems dapat dilihat sebagai suatu proses perkembangan yang berkembang dari waktu ke waktu. Model perkembangan kehidupan keluarga meliputi family life cycle (siklus kehidupan keluarga) dan  the family life spiral.

*      FAMILY LIFE CYCLE
Jay Haley (1993) merupakan orang pertaman yang memberikan penawarkan penjelasan secara rinci dari Family Life Cycle (siklus kehidupan keluarga). Haley mengidentifikasi enam tahap perkembangan, mulai dari masa saling mengenal hingga usia lanjut. Haley tertarik dalam memahami kekuatan keluarga yang dimiliki oleh seorang individu dan tantangan yang mereka hadapi ketika saat menjalani siklus kehidupan. Haley memiliki hipotesis bahwa gejala-gejala dan disfungsi yang muncul ketika ada gangguan dalam mengantisipasi siklus kehidupan terjadi secara alamiah.
Seiring waktu, ketegangan pasti akan muncul dalam keluarga karena adanya perubahan perkembangan yang mereka hadapi (Smith & Schwebel, 1995). Keluarga yang mengalami tekanan merupakan keluarga yang akan intens untuk melakukan negosiasi antar anggota dalam hal-hal tertentu yang dapat mempengaruhi proses transisi ke tahap selanjutnya dalam siklus kehidupan keluarga mereka (Carter & McGoldrich 2004). Pada tingkatan tertentu, tekanan ini dapat dilihat sebagai bagian dari respon keluarga terhadap tantangan dan perubahan hidup mereka dalam proses melewati siklus kehidupan mereka, misalnya, seorang pasangan mungkin akan mengalami ketegangan untuk beberapa saat dengan orangtua mereka saat pasangan tersebut akan melakukan proses transisi dengan kelahiran anak pertama mereka. Pada tingkat lain, tekanan dimungkinkan muncul sebagai hasil warisan multigenerasi keluarga yang dapat mempengaruhi dan menentukan sikap keluarga, hal-hal yang dianggap tabu, harapan-harapan, dan pelabelan-pelabelan, serta isu-isu yang dimuat, misalnya, selama beberapa generasi terdapat penggambaran (dan bahkan mungkin telah menjadi aturan) bahwa laki-laki tidak bisa dipercaya untuk mengurusi keuangan, dan terdapat kemungkinan untuk terjadinya penekanan yang dipaksakan jika tidak ada wanita.
Ketika penekanan terjadi pada tingkat yang lebih tinggi, maka dimungkinkan seluruh keluarga akan mengalami krisis yang akut. Terapis atau konselor keluarga dapat menemukan kesulitan untuk menentukan sumber yang tepat dari stres yang terjadi pada suatu keluarga, tanpa mengetahui dan mengidentifikasi kondisi-kondisi lain yang juga berpengaruh terhadap munculnya tekanan dan stres yang terjadi tersebut, baik yang telah terjadi pada generasi-generasi sebelumnya maun yang sedang terjadi saat ini.

*      THE FAMILY LIFE SPIRAL
Combrinck-Graham (1985) membangun suatu model nonlinier dari pengembangan strukutr keluarga yang disebut the family life spiral. Family life spiral didalamnya mencakup berbagai macam tugas perkembangan dari tiga generasi secara keseluruhan dan saling mempengaruhi satui dengan yang lain. Isu perkembangan yang terjadi dalam setiap orang dapat dilihat kaitannya dengan anggota keluarga yang lainnya. Family life spiral jika digambarkan tampak seperti tornado yang terbalik. Family life spiral pada bagian atas menggambarkan kedekatan keluarga selama periode sentripetal dan pada bagian bawah tergambar mewakili periode sentrifugal dengan jarak yang lebih besar antara sesama anggota keluarga.

Centripetal Periods. Kedekatan dalam kehidupan keluarga disebut dengan sentripetal untuk menunjukkan berbagai kekuatan dalam sistem keluarga yang terus dipertahankan secara bersama-sama (Combrinck-Graham, 1985). Centripetal Periods (CPs) ditandai dengan orientasi batin yang membutuhkan sebuah ikatan yang intens dan kohesif, misalnya anak usia dini, membesarkan anak, dan grandparenting. Baik individu maupun anggota keluarga keluarga yang lain menekankan kehidupan keluarga secara internal selama periode ini. Akibatnya, batas-batas antara anggota menjadi lebih tersebar sehingga dapat meningkatkan kerjasama antar anggota. Sebaliknya, berbeda dengan batas internal yang tersebar kepada sesama anggota keluarga, batas-batas eksternal terkesan menjadi lebih dibatasi dan seolah-olah sebuah keluarga “membuat sarang” untuk dapat mengurus dirinya sendiri.

Centrifugal Periode. Ketidakterikatan atau terpisah dalam kehidupan keluarga disebut sentrifugal untuk menunjukkan dominasi kekuatan keluarga untuk menarik keluarga terpisah (Combrinck-Graham, 1988). Centrifugal Periode (CF) yang ditandai dengan orientasi ke luar dari sebuah keluarga. Dalam periode ini, fokus pembangunan struktur keluarga adalah pada tugas-tugas yang menekankan pada identitas pribadi dan otonomi, seperti remaja, paruh baya, dan pensiun, seiring dengan hal tersebut, batas eksternal keluarga menjadi longgar, struktur keluarga lama yang domodifikasi, dan jarak antara anggota keluarga biasanya meningkat.

The Family Merry-Go-Round. Istilah sentripetal dan sentrifugal dalam hal ini menunjukkan adanya tarikan dan dorongan kekuatan dalam struktur kehidupan keluarga. Jika dianalogikan, kekuatan ini hampir sama dengan proses mengendarai komidi putar. Keluarga berada dalam proses terus-menerus untuk saling mendorong dan menarik guna menyesuaikan diri dengan berbagai macam peristiwa kehidupan. Periode dalam keluarga dapat beralih dari periode sentripetal menjadi periode sentrifugal bergantung pada tugas perkembangan yang akan dicapai dalam suatu tahapan siklus kehidupan keluarga tersebut. Sebuah keluarga biasanya akan mencapai satu siklus setiap 25 tahun. Periode ini merupakan waktu untuk menghasilkan generasi baru. Dalam setiap siklus keluarga yang terjadi, anggota keluarga yang berbeda akan mengalami pergeseran. Pergeseran dalam perkembangan ini disebut dengan oscillations yang memberikan kesempatan bagi anggota keluarga untuk melatih kedekatan dan dan keterlibatan dirinya dalam periode sentripetal dan kemandirian dalam periode sentrifugal (Combrinck-Graham, 1985).

Implications for Practice. Periode sentripetal maupun sentrifugal mendefinisikan kondisi patologis. Periode ini menggambarkan gaya hubungan keluarga pada tahap tertentu dalam family life spriral. Pembentukan suatu respon tertentu muncul ketika ada anggota keluarga yang dihadapkan dengan suatu peristiwa di luar antisipasi family life spiral. Misalnya, kematian mendadak, kelahiran anak cacat, penyakit kronis, atau perang. Bagi beberapa keluarga, tekanan akan muncul terkait dengan hal-hal tersebut. Intensitas dan durasi kecemasan keluarga akan mempengaruhi kemampuan keluarga untuk membuat transisi yang diperlukan. Tujuan terapi keluarga adalah untuk membantu keluarga melewati krisis yang terjadi selama masa transisi, sehingga dapat melanjutkan ke tahap berikutnya dalam proses kehidupan keluarga tersebut.

Sabtu, 16 Maret 2013

THALASEMIA



Thalasemia merupakan penyakit menurun, yang ditandai gangguan produksi eritrosit & hemoglobin.

DEFINISI

Thalasemia merupakan penyakit menurun yang ditandai dengan gangguan dan ketidakmampuan memproduksi eritrosit dan hemoglobin.
Kelainan darah yang ditandai dengan kondisi sel darah merah yang mudah rusak, yaitu 3-4 kali lebih cepat dibanding sel darah normal. Oleh karena itu umurnya pun relatif lebih pendek dibanding sel darah normal. Jika sel darah normal memiliki umur 120 hari, maka sel darah merah penderita thalasemia hanya bertahan 23 hari.
Sel darah merah yang rusak diuraikan menjadi zat besi didalam limpa. Karena kerusakan darah terjadi dengan cepat dan massif, maka kandungan zat besi dalam tubuh menumpuk dan bisa mengganggu fungsi organ lain sehingga berujung pada kematian.

PENYEBAB PENYAKIT THALASEMIA

Thalasemia bukanlah penyakit menular, namun disebabkan oleh faktor keturunan (genetic). Pasien thalasemia sendiri banyak ditemukan didaerah miskin. Begitu juga dengan daerah endemis malaria. Daerah endemis malaria merupakan daerah yang sangat rentan terjadi kasus thalasemia. Parasit malaria diduga ikut membantu kerusakan sel darah merah.
Sayangnya hingga saat ini thalasemia belum bisa diobati untuk penyembuhan. Bahkan, pada banyak kasus penderita thalasemia mayor tidak berhasil mencapai usia tua dan meninggal pada usia 19-30 tahun.
Namun kasus kematian bukan karena penyakit thalasemianya, tapi karena komplikasi kerusakan organ akibat penumpukan zat besi yang berlebihan di dalam organ tubuh. Namun agar penderita tetap produktif, dibutuhkan transfusi darah secara teratur setiap bulan selama hidupnya. Pengobatan yang efektif bisa memperpanjang usia harapan hidup hingga 40-50 tahun.

JENIS THALASEMIA


Skema turunan penyakit thalasemia

Thalasemia dibedakan berdasarkan gejala klinis dan tingkat keparahannya yakni thalasemia mayor dan thalasemia minor. Thalasemia mayor yakni mayor dimana kedua orang tuanya merupakan pembawa sifat, serta thalasemia minor dimana gejalanya jauh lebih ringan dan hanya sebagai pembawa sifat saja.
Pada thalasemia mayor gejala dapat timbul sejak awal masa anak-anak, namun kemungkinan untuk bertahan hidup terbatas. Beberapa kasus yang ditemukan selama ini juga membuat timbulnya penggolongan yang lebih baru, yakni thalasemia intermedia, yakni dimana kondisinya berada diantara kedua bentuk thalasemia mayor dan minor.
Penderita thalasemia ini dibedakan berdasarkan produksi jenis globin yang terganggu. Jika mengalami produksi globin jenis alfa yang terganggu, maka penderitanya mengalami thalasemia alfa, sedangkan jika mengalami produksi globin jenis beta yang terganggu, maka penderitanya mengalami thalasemia beta.
Disamping itu thalasemia juga dibedakan berdasarkan jenis mayor dan minor, diantaranya adalah :
  1. Thalasemia beta mayor, yakni jenis thalasemia yang paling parah. Penderita thalasemia jenis ini harus melakukan tranfusi darah terus-menerus sejak diketahui melalui diagnosa, meskipun sejak bayi. Umumnya bayi yang lahir akan sering mengalami sakit selama 1-2 tahun pertama kehidupannya. Sehingga mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangannya yang mengakibatkan keterlambatan sirkulasi zat gizi yang kurang lancar.
  2. Thalasemia beta minor, yakni jenis thalasemia yang menyebabkan penderitanya mengalami anemia ringan dan ketidaknormalan sel darah minor. Namun keuntungannya penderita thalasemia jenis ini tidak perlu melakukan tranfusi darah, cukup dengan menjaga pola makan yang banyak mengandung zat besi serta kalsium.
  3. Thalasemia beta intermedia, yakni penderita thalasemia jenis ini hanya perlu melakukan tranfusi darah sewaktu-waktu jika diperlukan dilihat dari parah tidaknya thalasemia yang diderita dan kebutuhannya untuk menambah darah.
  4. Thalasemia alfa mayor. Jenis thalasemia satu ini umumnya terjadi pada bayi sejak masih dalam kandungan. Thalasemia jenis ini terjadi apabila seseorang tidak memiliki gen perintah produksi protein globin. Keadaan ini akan membuat janin atau bayi menderita anemia yang cukup parah, penyakit jantung, dan penimbunan cairan tubuh. Oleh karenanya, apabila bayi sudah diketahui menderita penyakit kelainan darah seperti thalasemia ini, bayi harus mendapatkan tranfusi darah sejak dalam kandungan dan setelah lahir agar tetap sehat.
  5. Thalasemia alfa minor. Termasuk jenis thalasemia ringan yang tidak menyebabkan gangguan pada fungsi kesehatan tubuh. Namun, jenis thalasemia ini umumnya dimiliki oleh wanita dengan latar belakang memiliki penyakit anemia ringan, kelainan gen ini kemudian akan diwariskan kepada anak. Keuntungan yang dimiliki dari thalasemia jenis satu ini tidak memerlukan tranfusi darah. Hanya disarankan untuk banyak mengkonsumsi nilai gizi yang seimbang untuk menunjang kesehatan tubuh, dan pengoptimalan sel darah merah yang sehat dari berbagai sumber makanan yang banyak mengandung zat besi, kalsium, magnesium dsb.

GEJALA THALASEMIA

Gejala thalasemia terjadi bervariasi tergantung dari jenis thalasemia yang diderita, selain itu dilihat pula dari segi derajat kerusakan gen yang terjadi. Awalnya penyakit thalasemia menunjukkan gejala seperti anemia yakni :
  • Wajah pucat
  • Insomnia atau susah tidur
  • Tubuh mudah merasa lemas
  • Berkurangnya nafsu makan
  • Tubuh mudah mengalami infeksi
  • Jantung bekerja lebih keras untuk memenuhi pembentukan hemoglobin
  • Mengalami kerapuhan dan penipisan tulang. Hal ini disebabkan oleh sumsum tulang yang berperan penting dalam menghasilkan hemoglobin tersebut.
Tulang muka merupakan tulang pipih. Tulang pipih berfungsi memproduksi sel darah. Akibat thalasemia, tulang pipih akan berusaha memproduksi sel darah merah sebanyak-banyaknya hingga terjadi pembesaran tulang pipih. Pada muka, hal ini dapat dilihat dengan jelas karena adanya penonjolan dahi, menjauhnya jarak antara kedua mata, dan menonjolnya tulang pipi (wajah mongoloid)


Limpa berfungsi membersihkan sel darah yang rusak. Pembesaran limpa pada penderita thalasemia terjadi karena sel darah merah yang rusak sangat berlebihan sehingga kerja limpa sangat berat. Selain itu, tugas limpa juga lebih di perberat untuk memproduksi sel darah merah lebih banyak.

PENCEGAHAN THALASEMIA.

Memang, hingga saat ini Thalasemia tidak bisa disembuhkan. Untuk itu diperlukan pencegahan penyebarannya. Penyebaran penyakit ini hanya bisa dilakukan dengan mencegah mereka yang memiliki gen carier Thalasemia sebaiknya tidak menikah dengan sesama pembawa sifat penyakit (carier). Perkawinan dua pembawa sifat-sifat penyakit bisa memungkinkan terlahir anak dengan Thalasemia Mayor (Thalasemia berat).
Yang mengkhawatirkan penyakit ini sebenarnya banyak dialami penduduk negara bekembang termasuk Indonesia. Bahkan hingga saat ini jumlah penderitanya pun terus bertambah. Hingga saat ini thalasemia belum bisa disembuhkan. Secara epidemologi jarang sekali penderita thalasemia yang berhasil mencapai usia lanjut. Meskipun demikian pasien thalasemia tetap harus diobati dan ditanggulangi penyebarannya
Selanjutnya upaya pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan memperbanyak pemberian konseling dan pemahaman kepada masyarakat mengenai pentingnya memeriksakan diri apakah memiliki gen pembawa thalasemia atau tidak



Skema gen penurunan penyakit thalasemia
Penjelasan gambar :
  • Jika memiliki 4 orang anak, dengan salah satu orang tua yang memiliki penyakit thalasemia, maka 2 orang anak memiliki kemungkinan tingkat kesehatan tanpa penyakit thalasemia sebesar 50 %, sedangkan 2 anak lainnya memiliki keturunan menderita thalasemia beta dari salah satu orang tua dengan resiko lebih besar di derita oleh sang anak.
  • Jika memiliki 4 orang anak, dengan kedua orang tua memiliki penyakit thalasemia beta, maka hanya 1 anak yang normal (tidak menderita thalasemia, dan kemungkinan terserang thalasemia hanya 25 %). Sedangkan ketiga anak lainnya memiliki resiko lebih besar menderita tahalasemia beta 25-50 % dari gen orang tua.

PENGOBATAN THALASEMIA

Pengobatan yang paling optimal adalah transfusi darah seumur hidup. Kelahiran penderita thalasemia dapat dicegah dengan dua cara.
Pertama, mencegah perkawinan antara dua orang pembawa sifat thalasemia.
Kedua, memeriksa janin yang dikandung oleh pasangan pembawa sifat dan menghentikan kehamilan janin bila dinyatakan sebagai penderita thalasemia

Sistem Pembelajaran dan Pengalaman Belajar Mahasiswa di Universitas Indonesia

Meskipun dalam kurun waktu yang singkat, menjadi mahasiswa UI harus merupakan sebuah pengalaman yang memberi warna penting bagi setiap lulusan. UI harus mengembangkan sistem pembelajaran yang membangun kemampuan kognitif, kecakapan motorik, dan integritas moral/spiritual. Untuk itu, UI harus mengembangkan sistem pembelajaran dan pengalaman belajar mahasiswa dengan atribut sebagai berikut:
  1. Liberal arts/Humaniora
  2. Ubiquitous learning
  3. Multi-lintas disiplin
Studi humaniora dan seni telah memainkan peranan yang penting di dalam sejarah demokrasi dunia dan terutama sastra dan filsafat telah mengubah dunia.  Pendidik terkemuka dan pemimpin bangsa memahami bagaimana seni dan humaniora mengajarkan mahasiswa untuk berpikir kritis karena sangat dibutuhkan agar dapat menjadi manusia independen dan memiliki resistensi terhadap kekuasaan dan otoritas yang membabi buta.  Mahasiswa yang belajar sastra dan filsafat dapat membayangkan situasi “yang lain”.  Ini adalah kemampuan yang sangat penting untuk dimiliki agar demokrasi tetap terawat.  Kemampuan berimajinasi  memberikan alat untuk melihat manusia melalui berbagai lensa kemanusiaan dan memahami makna kesetaraan.  Sebuah bangsa yang demokratis namun tidak memiliki empati akan terus memelihara konflik, marjinalisasi dan stigmatisasi.  Ketika mahasiswa belajar di perguruan tinggi mereka perlu membangun kapasitas diri sebagai warga negara dunia dengan menawarkan pendidikan berkelas dunia.  Liberal arts dan studi humaniora merupakan kurikulum yang penting di negara maju dan menjadi kurikulum inti untuk berbagai bidang studi, apakah bisnis dan manajemen, teknik, kedokteran, dan sebagainya.  Pembangunan masyarakat dan ekonomi kita tidak akan bermakna tanpa adanya pemahaman prinsip-prinsip dasar tentang kemanusiaan, teori sosial dan keadilan.  Membangun sebuah bangsa yang sejahtera dan berkeadilan bukan hanya semata-mata menguatkan diri menjadi pusat ekonomi namun juga pusat budaya yang beradab.
Uraian di atas menekankan pentingnya kurikulum inti yang menopang semua disiplin ilmu agar mahasiswa dapat menjadi kritis dan sekaligus membentuk karakter dasar mahasiswa agar memiliki sensitifitas terhadap problem-problem sosial.  Namun penguatan kurikulum dasar saja tidak cukup untuk menjawab tantangan pendidikan abad ke-21. Kondisi abad ini menuntut perubahan dalam pendidikan.  Ubiquitous learning merupakan cara belajar abad ke-21 yang mengubah dunia pendidikan.  Dewasa ini komputer memainkan peranan yang penting di dalam kehidupan sehari-hari kita.  Personal Computer (PC) dan komputer portabel telah menjadi bagian dari dunia pembelajaran, kerja dan komunitas kita.  Dengan demikian kehidupan manusia moderen kini telah menjadi digitalize dengan berbagai perangkat seperti hand phone, ipod, TV, kamera dan games semakin aksesibel dan murah.  Perubahan teknologi yang sangat cepat dewasa ini mempengaruhi dunia pendidikan.  Teknologi digital telah pula mengubah manusia secara sosial dan budaya.  Oleh sebab itu, tata kelas dan pembelajaran yang tradisional tidak lagi dapat dipertahankan dan diperlukan imajinasi baru untuk mengakomodasi cara belajar baru yang revolusioner yaitu Ubiquitous learning.  Ada cara pedagogi baru yang perlu diterapkan:
  1. Perlu mendobrak batasan-batasan pendidikan serta institusi-institusi yang tradisional dan kaku dengan pengalaman pendidikan yang lebih bergairah.  Ini membutuhkan investasi infrastruktur teknologi yang memadai dengan perangkat software dan pendidikan profesional untuk dosen agar lebih menguasai teknologi digital.
  2. Menjadikan mahasiswa aktif/agen dalam menimba ilmu.  Memberikan kesempatan untuk menguasai bahan kuliah seluas-luasnya tidak hanya terbatas pada “text book” dan membuat mahasiswa fasih melakukan penelitian yang bersifat  e-learning serta mengekspresikan pengetahuan yang mereka dapat lewat berbagai penggunaan multimedia.
  3. Memahami bahwa setiap mahasiswa memiliki cara belajar yang berbeda dan memiliki aspirasi serta potensi yang berbeda.  Universitas dapat memastikan bahwa setiap mahasiswa dapat berpartsisipasi dan berkontribusi pada lingkungan belajar.  Investasi teknologi e-learning dapat mengakomodasi setiap perbedaan dan aksesibilitas.
  4. Akses pada informasi mengharuskan universitas untuk terbuka dalam memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk melakukan penelitian interdisiplin.  Di dalam era belajar Ubiquitous learning mahasiswa bukan lagi hanya diuji pada apa yang mereka ingat (sistim belajar mengingat) tetapi apa yang mereka dapat temukan sebagai pengetahuan yang baru (sistim belajar discovery).  Oleh sebab itu, melakukan ujian “tutup buku” merupakan cara yang lama dan perlu diubah.  Ujian bukan lagi upaya mengetes ingatan akan tetapi kemampuan merepresentasikan pengetahuan yang relevan bagi masyarakat luas dan menunjukkan kreatifitas yang tinggi.
  5. Ubiquitous computing mengajak untuk melakukan refleksi sosial yang dapat menciptakan “praktek komunitas” untuk mendukung lingkungan pembelajaran.   Sumber pengetahuan tidak lagi terbatas pada dosen akan tetapi dapat melibatkan lingkungan atau komunitas dimana mahasiswa berada bahkan masyarakat luar.  Upaya ini memastikan adanya pembangunan budaya yang kolaboratif dengan masyarakat luas.
Pengalaman belajar yang menawarkan penguatan studi humaniora sebagai kurikulum dasar serta Ubiquitous learning membutuhkan pendekatan pendidikan yang Multi-lintas disiplin.  Pendekatan ini memastikan mahasiswa dapat melakukan rancangan pendidikannya sendiri sehingga memenuhi kebutuhan pendidikan dan kariernya.  Multi-lintas disiplin bukan merupakan mata kuliah yang telah ditetapkan oleh program studi akan tetapi membebaskan mahasiswa untuk memilih disiplin lain yang ia butuhkan.  Misalnya seorang mahasiswa dapat memilih tiga matakuliah dari disiplin ilmu lain yang ia anggap penting untuk pengembangan studinya dan kariernya kelak, misalnya, mata kuliah bisnis, antropologi dan komunikasi.  Mata kuliah dari disiplin lain sebagai pilihan dengan mudah ia integrasikan pada disiplin mayornya.  Pendidikan abad ke-21 membutuhkan fleksibilitas sehingga dapat menghasilkan berbagai inovasi.  Pendidikan yang membatasi dan kaku melahirkan spesialisasi yang sempit dan tidak menjawab kekompleksan masalah sosial yang dihadapi di dalam masyarakat abad ke-21.  Multi-lintas disiplin membutuhkan penelitian lintas disiplin sehingga mahasiswa terekspose dengan metodologi yang plural serta formulasi pertanyaan-pertanyaan yang kompleks.  Pada abad ke-21 ini, mahasiswa membutuhkan pengetahuan multi-lintas disiplin  agar dapat menjawab dan siap menghadapi tantangan-tantangan di masa depan.