Definisi Anak Berkebutuhan Khusus
Anak berkebutuhan khusus (Heward) adalah
anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa
selalu menunjukan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik. Anak dengan
kebutuhan khusus adalah anak yang secara signifikan mengalami kelainan/
penyimpangan (fisik, mental-intelektual, sosial, dan emosional) dalam proses
pertumbuhkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain yang seusia sehingga
memerlukan pelayanan pendidikan khusus.
Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) merupakan
istilah lain untuk menggantikan kata “Anak Luar Biasa (ALB)” yang menandakan
adanya kelainan khusus. Anak berkebutuhan khusus mempunyai karakteristik yang
berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Karena karakteristik dan hambatan
yang dimilki, ABK memerlukan bentuk pelayanan pendidikan khusus yang
disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka, contohnya bagi tunanetra
mereka memerlukan modifikasi teks bacaan menjadi tulisan Braille dan tunarungu
berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat. Anak berkebutuan khusus biasanya
bersekolah di Sekolah Luar Biasa (SLB) sesuai dengan kekhususannya
masing-masing. SLB bagian A untuk tunanetra, SLB bagian B untuk tunarungu, SLB
bagian C untuk tunagrahita, SLB bagian D untuk tunadaksa, SLB bagian E untuk
tunalaras dan SLB bagian G untuk cacat ganda.
Jenis Dan Karakteristik Anak
Berkebutuhan Khusus
Anak berkebutuhan khusus yang paling
banyak mendapat perhatian guru antara lain :
a.Tunagrahita (Mental retardation)
Ada beberapa definisi dari tunagrahita,
antara lain:
American Association on Mental Deficiency
(AAMD) dalam B3PTKSM, (p. 20) mendefinisikan retardasi mental/tunagrahita
sebagai kelainan yang meliputi fungsi intelektual umum di bawah rata-rata
(sub-average), yaitu IQ 84 ke bawah berdasarkan tes individual; yang muncul
sebelum usia 16 tahun; dan menunjukkan hambatan dalam perilaku adaptif.
Japan League for Mentally Retarded
(1992: p.22) dalam B3PTKSM (p. 20-22), mendefinisikan retardasi
mental/tunagrahita ialah fungsi intelektualnya lamban, yaitu IQ 70 ke bawah
berdasarkan tes intelegensi baku; kekurangan dalam perilaku adaptif; dan
terjadi pada masa perkembangan, yaitu antara masa konsepsi hingga usia 18
tahun.
The New Zealand Society for the
Intellectually Handicapped menyatakan tentang tunagrahita adalah bahwa
seseorang dikatakan tunagrahita apabila kecerdasannya jelas-jelas di bawah
rata-rata dan berlangsung pada masa perkembangan serta terhambat dalam adaptasi
tingkah laku terhadap lingkungan sosialnya.
Definisi tunagrahita yang dipublikasikan
oleh American Association on Mental Retardation (AAMR). Di awal tahun 60-an,
tunagrahita merujuk pada keterbatasan fungsi intelektual umum dan keterbatasan
pada keterampilan adaptif. Keterampilan adaptif mencakup area : komunikasi,
merawat diri, home living, keterampilan sosial, bermasyarakat, mengontrol diri,
functional academics, waktu luang, dan kerja. Menurut definisi ini,
ketunagrahitaan muncul sebelum usia 18 tahun.
Menurut WHO seorang tunagrahita memiliki
dua hal yang esensial yaitu fungsi intelektual secara nyata di bawah rata-rata
dan adanya ketidakmampuan dalam menyesuaikan diri dengan norma dan tututan yang
berlaku dalam masyarakat.
Adapun cara mengidentifikasi seorang
anak termasuk tunagrahita yaitu melalui beberapa indikasi sebagai berikut:
Penampilan fisik tidak seimbang,
misalnya kepala terlalu kecil/besar,
Tidak dapat mengurus diri sendiri sesuai
usia,
Perkembangan bicara/bahasa terlambat
Tidak ada/kurang sekali perhatiannya
terhadap lingkungan (pandangan kosong),
Koordinasi gerakan kurang (gerakan
sering tidak terkendali),
Sering keluar ludah (cairan) dari mulut
(ngiler).
b. Tunalaras (Emotional or behavioral
disorder)
Nilai standarnya 4
Tunalaras adalah individu yang mengalami
hambatan dalam mengendalikan emosi dan kontrol sosial. individu tunalaras
biasanya menunjukan prilaku menyimpang yang tidak sesuai dengan norma dan
aturan yang berlaku disekitarnya. Tunalaras dapat disebabkan karena faktor
internal dan faktor eksternal yaitu pengaruh dari lingkungan sekitar.
Menurut Eli M. Bower (1981), anak dengan
hambatan emosional atau kaelainan perilaku, apabila menunjukkan adanya satu
atau lebih dari lima komponen berikut:
Tidak mampu belajar bukan disebabkan
karena factor intelektual, sensori atau kesehatan.
Tidak mampu untuk melakukan hubungan
baik dengan teman-teman dan guru-guru.
Bertingkah laku atau berperasaan tidak
pada tempatnya.
Secara umum mereka selalu dalam keadaan
pervasive dan tidak menggembirakan atau depresi.
Bertendensi kea rah symptoms fisik:
merasa sakit atau ketakutan berkaitan dengan orang atau permasalahan di
sekolah.
Anak yang mengalami gangguan emosi dan
perilaku juga bisa diidentifikasi melalui indikasi berikut:
Bersikap membangkang,
Mudah terangsang emosinya,
Sering melakukan tindakan aggresif,
Sering bertindak melanggar norma
social/norma susila/hukum.
c. Tunarungu Wicara (Communication
disorder and deafness)
Tunarungu adalah individu yang memiliki
hambatan dalam pendengaran baik permanen maupun tidak permanen. Klasifikasi
tunarungu berdasarkan tingkat gangguan pendengaran adalah:
Gangguan pendengaran sangat ringan(27-40dB),
Gangguan pendengaran ringan(41-55dB),
Gangguan pendengaran sedang(56-70dB),
Gangguan pendengaran berat(71-90dB),
Gangguan pendengaran ekstrim/tuli(di
atas 91dB).
Karena memiliki hambatan dalam
pendengaran individu tunarungu memiliki hambatan dalam berbicara sehingga
mereka biasa disebut tunawicara. Cara berkomunikasi dengan individu menggunakan
bahasa isyarat, untuk abjad jari telah dipatenkan secara internasional
sedangkan untuk isyarat bahasa berbeda-beda di setiap negara. saat ini dibeberapa
sekolah sedang dikembangkan komunikasi total yaitu cara berkomunikasi dengan
melibatkan bahasa verbal, bahasa isyarat dan bahasa tubuh. Individu tunarungu
cenderung kesulitan dalam memahami konsep dari sesuatu yang abstrak.
Berikut identifikasi anak yang mengalami
gangguan pendengaran:
Tidak mampu mendengar,
Terlambat perkembangan bahasa,
Sering menggunakan isyarat dalam
berkomunikasi,
Kurang/tidak tanggap bila diajak bicara,
Ucapan kata tidak jelas,
Kualitas suara aneh/monoton,
Sering memiringkan kepala dalam usaha
mendengar,
Banyak perhatian terhadap getaran,
Keluar nanah dari kedua telinga,
Terdapat kelainan organis telinga.
Nilai standarnya 7.
d. Tunanetra (Partially seing and
legally blind)
Tunanetra adalah individu yang memiliki
hambatan dalam penglihatan. tunanetra dapat diklasifikasikan kedalam dua
golongan yaitu: buta total (Blind) dan low vision. Definisi Tunanetra menurut
Kaufman & Hallahan adalah individu yang memiliki lemah penglihatan atau
akurasi penglihatan kurang dari 6/60 setelah dikoreksi atau tidak lagi memiliki
penglihatan. Karena tunanetra memiliki keterbataan dalam indra penglihatan maka
proses pembelajaran menekankan pada alat indra yang lain yaitu indra peraba dan
indra pendengaran. Oleh karena itu prinsip yang harus diperhatikan dalam
memberikan pengajaran kepada individu tunanetra adalah media yang digunakan
harus bersifat taktual dan bersuara, contohnya adalah penggunaan tulisan
braille, gambar timbul, benda model dan benda nyata. sedangkan media yang
bersuara adalah tape recorder dan peranti lunak JAWS. Untuk membantu tunanetra
beraktivitas di sekolah luar biasa mereka belajar mengenai Orientasi dan
Mobilitas. Orientasi dan Mobilitas diantaranya mempelajari bagaimana tunanetra
mengetahui tempat dan arah serta bagaimana menggunakan tongkat putih (tongkat
khusus tunanetra yang terbuat dari alumunium).
Berikut identifikasi anak yang mengalami
gangguan penglihatan:
Tidak mampu melihat,
Tidak mampu mengenali orang pada jarak 6
meter,
Kerusakan nyata pada kedua bola mata,
Sering meraba-raba/tersandung waktu
berjalan,
Mengalami kesulitan mengambil benda
kecil di dekatnya,
Bagian bola mata yang hitam berwarna
keruh/besisik/kering,
Mata bergoyang terus.
Nilai standarnya adalah 6, artinya bila
anak mengalami minimal 6 gejala di atas, maka anak termasuk tunanetra.
e. Tunadaksa (physical disability)
Tunadaksa adalah individu yang memiliki
gangguan gerak yang disebabkan oleh kelainan neuro-muskular dan struktur tulang
yang bersifat bawaan, sakit atau akibat kecelakaan, termasuk celebral palsy,
amputasi, polio, dan lumpuh. Tingkat gangguan pada tunadaksa adalah ringan
yaitu memiliki keterbatasan dalam melakukan aktivitas fisik tetap masih dapat
ditingkatkan melalui terapi, sedang yaitu memilki keterbatasan motorik dan
mengalami gangguan koordinasi sensorik, berat yaitu memiliki keterbatasan total
dalam gerakan fisik dan tidak mampu mengontrol gerakan fisik.
Berikut identifikasi anak yang mengalami
kelainan anggota tubuh tubuh/gerak tubuh
Anggota gerak tubuh kaku/lemah/lumpuh,
Kesulitan dalam gerakan (tidak sempurna,
tidak lentur/tidak terkendali),
Terdapat bagian anggota gerak yang tidak
lengkap/tidak sempurna/lebih kecil dari biasa,
Terdapat cacat pada alat gerak,
Jari tangan kaku dan tidak dapat
menggenggam,
Kesulitan pada saat
berdiri/berjalan/duduk, dan menunjukkan sikap tubuh tidak normal,
Hiperaktif/tidak dapat tenang.
Nilai standarnya 5.
f. Tunaganda (Multiple handicapped)
Menurut Johnston & Magrab, tunaganda
adalah mereka yang mempunyai kelainan perkembangan mencakup kelompok yang
mempunyai hambatan-hambatan perkembangan neurologis yang disebabkan oleh satu
atau dua kombinasi kelainan dalam kemampuan seperti intelegensi, gerak, bahasa,
atau hubungan pribadi di masyarakat.
Walker (1975) berpendapat mengenai
tunaganda sebagai berikut:
Seseorang dengan dua hambatan yang
masing-masing memerlukan layanan-layanan pendidikan khusus.
Seseorang dengan hambatan-hambatan ganda
yang memerlukan layanan teknologi.
Seseorang dengan hambatan-hambatan yang
memerlukan modifikasi khusus.
g. Kesulitan Belajar (Learning
disabilities)
Anak dengan kesulitan belajar adalah
individu yang memiliki gangguan pada satu atau lebih kemampuan dasar psikologis
yang mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa, berbicara dan menulis yang dapat
memengaruhi kemampuan berfikir, membaca, berhitung, berbicara yang disebabkan
karena gangguan persepsi, brain injury, disfungsi minimal otak, dislexia, dan
afasia perkembangan. individu kesulitan belajar memiliki IQ rata-rata atau
diatas rata-rata, mengalami gangguan motorik persepsi-motorik, gangguan
koordinasi gerak, gangguan orientasi arah dan ruang dan keterlambatan
perkembangan konsep.
Berikut adalah karakteristik anak yang
mengalami kesulitan belajar dalam membaca, menulis dan berhitung:
Anak yang mengalami kesulitan membaca
(disleksia)
Perkembangan kemampuan membaca
terlambat,
Kemampuan memahami isi bacaan rendah,
Kalau membaca sering banyak kesalahan
Nilai standarnya 3.
Anak yang mengalami kesulitan menulis
(disgrafia)
Kalau menyalin tulisan sering terlambat
selesai,
Sering salah menulis huruf b dengan p, p
dengan q, v dengan u, 2 dengan 5, 6 dengan 9, dan sebagainya,
Hasil tulisannya jelek dan tidak
terbaca,
Tulisannya banyak salah/terbalik/huruf
hilang,
Sulit menulis dengan lurus pada kertas
tak bergaris.
Nilai standarnya 4.
Anak yang mengalami kesulitan berhitung
(diskalkula)
Sulit membedakan tanda-tanda: +, -, x,
:, >, <, =
Sulit mengoperasikan hitungan/bilangan,
Sering salah membilang dengan urut,
Sering salah membedakan angka 9 dengan
6; 17 dengan 71, 2 dengan 5, 3 dengan 8, dan sebagainya,
Sulit membedakan bangun-bangun geometri.
Nilai standarnya 4.
h. Anak Berbakat (Giftedness and special
talents)
Menurut Milgram, R.M (1991:10), anak
berbakat adalah mereka yang mempunyai skor IQ 140 atau lebih diukur dengan
instrument Stanford Binet (Terman, 1925), mempunyai kreativitas tinggi
(Guilford, 1956), kemampuan memimpin dan kemampuan dalam seni drama, seni tari
dan seni rupa (Marlan, 1972).
Anak berbakat mempunyai empat kategori,
sebagai berikut:
Mempunyai kemampuan intelektual atau
intelegensi yang menyeluruh, mengacu pada kemampuan berpikir secara abstrak dan
mampu memecahkan masalah secara sistematis dan masuk akal.
Kemampuan intelektual khusus, mengacu
pada kemampuan yang berbeda dalam matematika, bahasa asing, music, atau ilmu
pengetahuan alam.
Berpikir kreatif atau berpikir murni
menyeluruh. Pada umumnya mampu berpikir untuk menyelesaikan masalah yang tidak
umum dan memerlukan pemikiran tinggi.
Mempunyai bakat kreatif khusus, bersifat
orisinil dan berbeda dengan yang lain.
Dari keempat kategori di atas, maka anak
berbakat adalah mereka yang mempunyai kemampuan-kemampuan yang unggul dalam
segi intelektual, teknik, estetika, social, fisik (Freemen, J. 1975:120),
akademik, psikomotor dan psikososial (Sisk,1987 dalam Amin, M. 1996:3).
Berikut identifikasi anak berbakat atau
anak yang memilki kecerdasan dan kemampuan yang luar biasa:
Membaca pada usia lebih muda,
Membaca lebih cepat dan lebih banyak,
Memiliki perbendaharaan kata yang luas,
Mempunyai rasa ingin tahu yang kuat,
Mempunayi minat yang luas, juga terhadap
masalah orang dewasa,
Mempunyai inisiatif dan dapat berkeja
sendiri,
Menunjukkan keaslian (orisinalitas)
dalam ungkapan verbal,
Memberi jawaban-jawaban yang baik,
Dapat memberikan banyak gagasan,
Luwes dalam berpikir,
Terbuka terhadap rangsangan-rangsangan
dari lingkungan,
Mempunyai pengamatan yang tajam,
m.
Dapat berkonsentrasi untuk jangka waktu panjang, terutama terhadap
tugas atau bidang yang diminati,
Berpikir kritis, juga terhadap diri sendiri,
Senang mencoba hal-hal baru,
Mempunyai daya abstraksi,
konseptualisasi, dan sintesis yang tinggi,
Senang terhadap kegiatan intelektual dan
pemecahan masalah,
Cepat menangkap hubungan sebabakibat,
Berperilaku terarah pada tujuan,
Mempunyai daya imajinasi yang kuat,
Mempunyai banyak kegemaran (hobi),
w.
Mempunyai daya ingat yang kuat,
Tidak cepat puas dengan prestasinya,
Peka (sensitif) serta menggunakan
firasat (intuisi),
Menginginkan kebebasan dalam gerakan dan
tindakan.
i. Anak Autistik
Nilai standarnya 18.
Autism Syndrome merupakan kelainan yang
disebabkan adanya hambatan pada ketidakmampuan berbahasa yang diakibatkan oleh
kerusakan pada otak. Gejala-gejala autism menurut Delay & Deinaker (1952)
dan Marholin & Philips (1976) antara lain:
Senang tidur bermalas-malasan atau duduk
menyendiri dengan tampang acuh, muka pucat, dan mata sayu dan selalu memandang
ke bawah.
Selalu diam sepanjang waktu.
Jika ada pertanyaan terhadapnya,
jawabannya sangat pelan dengan nada monoton, kemudian dengan suara yang aneh
akan menceritakan dirinya dengan beberapa kata kemudian diam menyendiri lagi.
Tidak pernah bertanya, tidak menunjukkan
rasa takut dan tidak menyenangi sekelilingnya.
Tidak tampak ceria.
Tidak peduli terhadap lingkungannya,
kecuali terhadap benda yang disukainya.
Secara umum anak autis mengalami
kelainan dalam berbicara, kelainan fungsi saraf dan intelektual, Hal tersebut
dapat terlihat dengan adanya keganjilan perilaku dan ketidakmampuan
berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya.
j. Hyperactive (Attention Deficit
Disorder with Hyperactive)
Hyperactive bukan merupakan penyakit
tetapi suatu gejala atau symptoms. (Batshaw & Perret, 1986: 261).symptoms
terjadi disebabkan oleh factor-faktor brain damage, an emotional disturbance, a
hearing deficit or mental retardaction. Dewasa ini banyak kalangan medis masih
menyebut anak hiperaktif dengan istilah attention deficit disorder (ADHD)
(Solek, P. 2004:4)
3. Strategi Pembelajaran Bagi Anak
Berkebutuhan Khusus
Anak berkebutuhan khusus (ABK) ini ada
dua kelompok, yaitu: ABK temporer (sementara) dan permanen (tetap). Adapun yang
termasuk kategori ABK temporer meliputi: anak-anak yang berada di lapisan
strata sosial ekonomi yang paling bawah, anak-anak jalanan (anjal), anak-anak
korban bencana alam, anak-anak di daerah perbatasan dan di pulau terpencil,
serta anak-anak yang menjadi korban HIV-AIDS. Sedangkan yang termasuk kategori
ABK permanen adalah anak-anak tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa,
tunalaras, Autis, ADHD (Attention Deficiency and Hiperactivity Disorders), Anak
Berkesulitan Belajar, Anak berbakat dan sangat cerdas (Gifted), dan lain-lain.
Untuk menangani ABK tersebut dalam
setting pendidikan inklusif di Indonesia, tentu memerlukan strategi khusus.
Pendidikan inklusi mempunyai pengertian yang beragam. Stainback dan Stainback
(1990) mengemukakan bahwa: sekolah inklusi[13] adalah sekolah yang menampung
semua siswa di kelas yang sama. Sekolah ini menyediakan program pendidikan yang
layak, menantang, tetapi sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan setiap siswa,
maupun bantuan dan dukungan yang dapat diberikan oleh para guru agar anak-anak
berhasil. Lebih dari itu, sekolah inklusi juga merupakan tempat setiap anak
dapat diterima, menjadi bagian dari kelas tersebut, dan saling membantu dengan
guru dan teman sebayanya, maupun anggota masyarakat lain agar kebutuhan
individualnya dapat terpenuhi. Selanjutnya, Staub dan Peck (1995) menyatakan
bahwa: pendidikan inklusi[14] adalah penempatan anak berkelainan tingkat
ringan, sedang, dan berat secara penuh di kelas reguler. Hal ini menunjukkan
bahwa kelas reguler merupakan tempat belajar yang relevan bagi anak
berkelainan, apapun jenis kelainannya dan bagaimanapun gradasinya. Sementara
itu, Sapon-Shevin (O’Neil, 1995) menyatakan bahwa pendidikan inklusi sebagai sistem
layanan pendidikan yang mempersyaratkan agar semua anak berkelainan dilayani di
sekolah-sekolah terdekat, di kelas reguler bersama-sama teman seusianya. Oleh
karena itu, ditekankan adanya perombakan sekolah, sehingga menjadi komunitas
yang mendukung pemenuhan kebutuhan khusus setiap anak, sehingga sumber belajar
menjadi memadai dan mendapat dukungan dari semua pihak, yaitu para siswa, guru,
orang tua, dan masyarakat sekitarnya.
Melalui pendidikan inklusi, anak
berkelainan dididik bersama-sama anak lainnya (normal) untuk mengoptimalkan
potensi yang dimilikinya (Freiberg, 1995). Hal ini dilandasi oleh kenyataan
bahwa di dalam masyarakat terdapat anak normal dan anak berkelainan yang tidak
dapat dipisahkan sebagai suatu komunitas.
Dalam hal ini, ada empat strategi pokok
yang diterapkan pemerintah, yaitu: peraturan perundang-undangan yang menyatakan
jaminan kepada setiap warga negara Indonesia (termasuk ABK temporer dan
permanen) untuk memperoleh pelayanan pendidikan, memasukkan aspek fleksibilitas
dan aksesibilitas ke dalam sistem pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan
informal. Selain itu, menerapkan pendidikan berbasis teknologi informasi dan
komunikasi (TIK) dan mengoptimalkan peranan guru.
Di bawah ini beberapa strategi
pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus:
1. Strategi pembelajaran bagi anak
tunanetra
Strategi pembelajaran pada dasarnya
adalah pendayagunaan secara tepat dan optimal dari semua komponen yang terlibat
dalam proses pembelajaran yang meliputi tujuan, materi pelajaran, media,
metode, siswa, guru, lingkungan belajar dan evaluasi sehingga proses
pembelajaran berjalan dengan efektif dan efesien. Beberapa hal yang dapat
dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan strategi pembelajaran ,
antara lain:
Berdasarkan pengolahan pesan terdapat
dua strategi yaitu strategi pembelajaran deduktif dan induktf.
Berdasarkan pihak pengolah pesan yaitu
strategi pembelajaran ekspositorik dan heuristic.
Berdasarkan pengaturan guru yaitu
strategi pembelajaran dengan seorang guru dan beregu.
Berdasarkan jumlah siswa yaitu strategi
klasikal, kelompok kecil dan individual.
Beradsarkan interaksi guru dan siswa
yaitu strategi tatap muka, dan melalui media.
Selain strategi yang telah disebutkan di
atas, ada strategi lain yang dapat diterapkan yaitu strategi individualisasi,
kooperatif dan modifikasi perilaku.
2. Strategi pembelajaran bagi anak
berbakat
Strategi pembelajaran yang sesuai
denagan kebutuhan anak berbakat akan mendorong anak tersebut untuk berprestasi.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam meneentukan strategi pembelajaran adalah
:
Pembelajaran harus diwarnai dengan
kecepatan dan tingkat kompleksitas.
Tidak hanya mengembangkan kecerdasan
intelektual semata tetapi juga mengembangkan kecerdasan emosional.
Berorientasi pada modifikasi proses,
content dan produk.
Model-model layanan yang bias diberikan
pada anak berbakat yaitu model layanan perkembangan kognitif-afektif, nilai,
moral, kreativitas dan bidang khusus.
3. Strategi pembelajaran bagi anak
tunagrahita
Strtegi pembelajaran anak tunagrahita
ringan yang belajar di sekolah umum akan berbeda dengan strategi anak
tunagrahita yang belajar di sekolah luar biasa. Strategi yang dapat digunakan
dalam mengajar anak tunagrahita antara lain;
Strategi pembelajaran yang
diindividualisasikan
Strategi kooperatif
Strategi modifikasi tingkah laku
4. Strategi pembelajaran bagi anak
tunadaksa
Strategi yang bias diterapkan bagi anak
tunadaksa yaitu melalui pengorganisasian tempat pendidikan, sebagai berikut:
Pendidikan integrasi (terpadu)
Pendidikan segresi (terpisah)
Penataan lingkungan belajar
5. Strategi pembelajaran bagi anak
tunalaras
Untuk memberikan layanan kepada anak
tunalaras, Kauffman (1985) mengemukakan model-model pendekatan sebagai berikut;
Model biogenetic
Model behavioral/tingkah laku
Model psikodinamika
Model ekologis
6. Strategi pembelajaran bagi anak
dengan kesulitan belajar
Anak berkesulitan belajar membaca yaitu
melalui program delivery dan remedial teaching
Anak berkesulitan belajar menulis yaitu
melalui remedial sesuai dengan tingkat kesalahan.
Anak berkesulitan belajar berhitung
yaitu melalui program remidi yang sistematis sesuai dengan urutan dari tingkat
konkret, semi konkret dan tingkat abstrak.
7. Strategi pembelajaran bagi anak
tunarungu
Strategi yang biasa
digunakan untuk anak tunarungu antara lain: strategi deduktif, induktif,
heuristic, ekspositorik, klasikal, kelompok, individual, kooperatif dan
modifikasi perilaku.